Kamis, 09 Februari 2017

ASAL USUL DAN SEJARAH CAP GO MEH

Asal Usul dan Sejarah Perayaan Cap Go Meh

 

Perayaan Cap Go Meh akan segera berlangsung meriah di seluruh penjuru negeri, terutama di daerah yang memiliki banyak populasi Etnis Cina, seperti di Kalimantan Barat, Palembang, Bangka-Belitung, Jakarta, Surabaya, Medan,Manado, hingga kawasan pecinan di Semarang.

Dulu, perayaan Cap Go Meh sebenarnya sempat dilarang. Namun sejak pemerintahan Gus Dur pada tahun 1999, perayaan yang mengandung tradisi masyarakat Tionghoa ini kembali digelar ke hadapan masyarakat umum. Di Indonesia sendiri, Singkawang di Kalimantan Barat didaulat sebagai pusat perayaan Cap Go Meh terbesar dan termegah. Namun dibalik kemegahan perayaan tersebut, tahukah Anda sejarah dan asal usul Cap Go Meh itu sendiri? Artikel ini mengajak Anda untuk mengenal sejarah dan asal usul Cap Go Meh.

Cap Go Meh merupakan lambang hari kelima belas dan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek bagi komunitas kaum mingran Tionghoa yang tinggal di luar China. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien yang bila diartikan secara harafiah bermakna 15 hari atau malam setelah Imlek.  Cap memiliki arti sepuluh, Go adalah lima, dan Meh berarti malam. Cap Go Meh juga sering disebut Yuan Hsiao Cieh atau Shang Yuan Cieh dalam bahasa Mandarin.

Perayaan ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit. Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut penanggalan bulan yang merupakan bulan pertama dalam setahun. Sebelum Dinasti Han berakhir, upacara ini dahulunya  dilakukan secara tertutup, dan hanya untuk kalangan istana. Pun perayaan ini belum dikenal secara umum oleh masyarakat China.

Upacara ini harus dilakukan pada malam hari, maka harus disiapkan penerangan dengan lampu-lampu dari senja hari hingga keesokan harinya. Inilah yang kemudian menjadi lampion-lampion dan lampu-lampu berwarna-warni yang menjadi pelengkap utama dalam perayaan Cap Go Meh.

Saat Dinasti Tang memimpin China, perayaan ini mulai dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini merupakan kesempatan masyarakat untuk bersenang-senang. Saat malam tiba, masyarakat akan turun ke jalan dengan berbagai bentuk lampion yang telah diberi variasi.

Di malam yang disinari bulan purnama sempurna, masyarakat akan menyaksikan tarian naga (masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan Liong) dan tarian Barongsai. Mereka juga akan berkumpul untuk memainkan sebuah permainan teka-teki dan berbagai macam permainan lainnya, sambil menyantap sebuah makanan khas berbentuk bola-bola bernama Yuan Xiao. Tentu saja, malam tidak akan menjadi meriah tanpa kehadiran kembang api dan petasan. Pada malam itu, para tua dan muda seolah “diwajibkan” untuk bersenang-senang.

Perayaan Cap Go Meh rupanya  tidak hanya dirayakan di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia pun turut merayakan hari raya ini. Di negara China, festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Shangyuan atau Festival Yuanxiao. Di Vietnam Cap Go Meh dikenal sebagai Tết Nguyên Tiêu. Sedangkan Hong Kong menyebutnya sebagai Festival Yuen Siu. Bahkan di beberapa negara, perayaan ini sering kali disebut sebagai hari Valentine versi China.

Menurut Budayawan Tionghoa Kalbar, Lie Sau Fat, terdapat versi lain terkait sejarah dan asal usul perayaan Cap Go Meh. Selain berkaitan dengan Dinasti Han, Cap Go Meh dikatakan sebagai bagian dari cerita rakyat pada Dinasti Tung Zhou (770 SM - 256 SM) yaitu ketika para petani memasang lampion yang disebut Chau Tian Can di sekeliling ladang pada tanggal 15 bulan 1 Imlek.

Pemasangan lampion tersebut bertujuan untuk mengusir hama dan binatang perusak tanaman. Kala itu, para petani juga akan mengamati perubahan api pada lampion, untuk mengetahui cuaca sepanjang tahun kedepan. (VAL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar